Minggu, 03 Juni 2012

Hadiah Terindah


    Hai, perkenalkan, namaku Zahida Aqila Ramadhani. Panggil saja Zyda. Aku lahir pada tanggal 4 Agustus 2002. Cita-citaku ingin jadi dokter anak. Hobiku banyaaak banget. Diantaranya, main komputer, nulis, baca novel, berenang, main basket, dan masih banyak lagi. Hehe… kepanjangan ya kenalanya? Kita langsung yuk, ke ceritanya…
    Sebenernya, aku pengen banget dikasih hadiah sama temen-temenku (jadi curhat deh!). sekarang tanggal 1 Agustus. Jadi, ultahku tinggal 3 hari lagi.
     “Zyda! Cepat turun! Sarapanya udah siap nih!” Teriak Kak Zyra dari arah ruang makan.
     “Iya Kak.”
     Aku segera turun untuk sarapan. Di meja makan sudah ada Kak Zyra, dik Zyla, Ayah dan Bunda. Sarapan kali ini ada semur jamur, tempe goreng dan susu hangat. Semur jamurnya sayur  kemarin. Jadi sekarang tinggal sedikit (sekalian dihabisin. Biar nggak mubazir).
     Sesudah makan, aku langsung  mengambil tas lalu pamit kepada orang tuaku. Begitu juga Kak Zyra dan dik Zyla. Lalu, memakai sepatu dan menunggu bus sekolahku di teras rumah. Aku, kak Zyra dan dik Zyla di sekolah yang sama. Kak Zyra kelas VI, aku kelas IV dan dik Zyla kelas II. Rencananya, kak Zyra melanjutkan  sekolahnya di Boarding School Al-Mizan.
     Bus sekolahku sudah datang. Aku, kak Zyra dan dik Zyla segera naik. Di bus sudah ada Uti, Tini, Nara, Lya, Uli, Alna, dan Dea. Sudah lengkap. Mereka is My Best Friends Forever. Mereka tu baiik… banget. Di bus, aku duduk sama Uti dan Uli. Karena tempat duduknya yang kosong tinggal di situ. Dan SANGAT kebetulan di sebelah mereka. Tapi sayang, Aku dan sahabatku beda kelas. Aku, Uti dan Alna kelas B. Tini dan Lya kelas A. Sedangkan Nara, Uli dan Dea kelas C.
     Bus sekolahku sudah sampai. Aku segera mengambil uang jajan di kak Zyra. Lalu, aku bersama sahabatku menuju kelas. Di depan kelas kami di sambut oleh The Arrogant Girls yang diketuai oleh Reyta. Anggotanya ada Mory, Nesa, dan Cherry.
     “Tumben berangkat pagi? Biasanya kalian telat tuh!” Kata Reyta dengan sombongnya.
     “Ye…. Siapa yang telat. Kalian tuh yang telat! Kita biasanya berangkat pagi!” Ucapku.
     “Iya. Yang paling sering telat tuh!” Nara menunjuk Nesa.
     “Kok aku yang kena?” Kata Nesa gelagapan.
Tet…..Tet…….
     Bel masuk berbunyi.
     “Udahlah, kita tinggalin aja cewek-cewek sombong ini!” Ajak Tini.
   “Ayo!”
   Kami pun pergi meninggalkan The Arrogant girls.
Pada Tanggal 4 Agustus.
   “Met Pagi…”Salamku ke keluargaku yang sudah ada di meja makan.  
   Mereka hanya diam.
   “Kenapa sih?” Tanyaku.
   “Nggak kenapa-kenapa kok.” Kata kak Zyra yang baru keluar dari kamarnya dengan suara dingin.
   Lalu aku segera duduk. Aku merasa, hari ini ada yang aneh dengan keluargaku. Setelah makanku habis, aku segera pamit ke orang tuaku. Seperti tadi, mereka tidak mengucapkan sepatah kata pun dari mulutnya. Saat kak zyra dan dik zyla salim,mereka tersenyum dan berkata kata. Lalu aku merenung, ‘Aku salah apa?‘ tiba-tiba Bus sekolahku datang. Aku segera naik.
   “Hai…” Aku menyapa dengan senyuman. Tapi, sama seperti di rumah, mereka hanya diam.
   Saat sampai di sekolah, aku segera berlari menuju kelas sambil menangis. ‘Kenapa di hari ini semuanya aneh? Kenapa?’ Batinku. Ketika sampai di kelas, aku disambut oleh Reyta.
   “Kasihan ya kamu. Di cuekin sama sahabatmu” Kata Reyta sombong.
   Aku tak menghiraukanya. Dari kejauhan, Uti dan Alna berbisik-bisik.
   “Hei. Kasihan ya Zyda. Padahal kita begini juga buat dia kan?” Kata Uti.
   “Iya.” Ujar Alna.
   Saat istirahat, anak-anak keluar kelas tanpa mengajakku.aku ditinggal sendirian. Tiba-tiba ada yang menyanyi.
   “Happy Birthday too you..”
   Sepertinya aku mengenalnya.
   “Happy Birthday too you..”
   Yang menyanyi semakin banyak. Saat aku menengok ke belakang, ternyata ada anak-anak dari kelas A,B dan C.
   “Lho? Ada apa ini?” Tanyaku bingung.
   Lalu Nara dan Uti maju sambil membawa kue ulang tahun.
   “Masa kamu lupa sama ulang tahunmu sendiri?” Tanya Nara.
   “Hehe… aku memang pelupa.” Ucapku menahan malu.
   “Ayo tiup lilinya!” Ujar Uti.
   Aku meniup liln.
   “Yeee….” Anak-anak bersorak.
   Teman-temanku berbaris memberikan hadiah. Hadiahnya banyak sekali. Aku sampai menangis.
   “Mengapa kamu menangis? Orang Tuamu lho yang merencanakan semuanya. Bukanya kamu ingin hadiah dari temen-temen?” Ucap Lya dengan panjang lebar.
   “Aku terharu.” Kataku.
   Dalam hati aku berkata, ‘Terima kasih Ayah, Bunda. Ini adalah hadiah terindah dalam hidupku’. 

Jumat, 01 Juni 2012

My Puisi


PAK JAMIN
                                                                     
                                                           Pak Jamin...
Kau penjaga sekolah tersayang
Kau pahlawan bagi semua
Kau selalu bersama kami
Di pagi hari yang cerah ini
Kau tebarkan senyum manis pada kami
Menyapu halaman sampai bersih
Sampai semua sampah tak tersisa
Tak disangka-sangka
Kau terjatuh dari kamar mandi
Dengan tubuh lemah dan lemas
Semua menjerit cemas
Saat dibawa ke rumah sakit
Satu jam kau mendapat perawatan
Kau menghembuskan napas terakhirmu
Meninggalkan kami semua
Pak Jamin...
Bagaimana anak istrimu
Oh jasa-jasamu begitu besar
Melindungi sekolah kami bertahun-tahun
Kami tak akan pernah lupa jasa-jasamu
Kami berterima kasih padamu
                                    Oleh:Ni Luh Widya Sumaedani


HADIAH
Jam kecil di meja kamarku
Pemberian dari ibu
Saat naik kelas dahulu
Berdering tepat waktu
Untuk memberi tahu
Agar jangan berselimut melulu
Bangunlah dahulu
Lalu ambil air wudhu
Menghadap Tuhan satu
                           Oleh:Tyagita Ratna Wardani


SETELAH HUJAN REDA

Hujan telah reda
Semua pohon basah
Rumput tergenang air
Kubangan di mana-mana
Terima kasih tuhan
Atas karunia-Mu
                  Oleh:Dyah Prajnyandari

RUMAHKU

Rumahku bersih dan sehat
Ada jendela dan pintu
Setiap hari selalu kusapu
Agar terbebas dari debu
Di halaman ada tanaman
Tanaman bunga dan buah-buahan
Ada juga kolam ikan
Ikan-ikanya kuberi makan


ADIKKU

Kamu kecil dan lucu
Berlari-lari kian kemari
Kamu menggemaskan
Tapi juga nakal
Aku jadi marah dan sebal
Aku ingin mencubitmu
Tapi aku sayang padamu
Oh adik kecilku
                        Oleh:Dido Muhammad Amri


[W1] 
BERMAIN LOMPAT TALI

Kuambil tali
Ku panggil Uti dan Ani
Ayo kita bermain tali
Biar hati riang kembali
Ku lompati tali
Ku ayunkan ke kanan dan ke kiri
Tetapi sayang kakiku menyentuh tali
Aku kalah dan berlatih lagi


BONEKA BARBIEKU

Barbie kau sungguh cantik
Gaunmu sangat indah
Aku menyayangimu
Kau menemaniku di saat sedih
Kau ku rawat dengan baik
Kau adalah teman baikku
Selamanya
                      Oleh:Primadina Anismadiya


DEMAM

Malam ini aku demam
Badanku menggigil kedinginan
Aku tak tahu apa sebabnya
Mungkinkah
Karena tadi pagi aku minum es
Tadi siang aku juga kehujanan
Tuhanku
Sembuhkanlah aku
Agar esok dapat sekolah lagi
                               Oleh:Karsidi
                

 [W1]

Peri Telinga


Bardin Storkey hanya tinggal bersama ibunya, Bu Veelam Storkey. Ayah Bardin telah meninggal ketika ia masih kecil.
Setiap hari, Bu Veelam bekerja mencari kayu bakar dan menjualnya di kota. Uang hasil penjualan kayu ia belikan sepotong roti dan ikan salmon untuk makan malamnya bersama  Bardin.
     Bardin seharusnya bangga mempunyai ibu yang rajin. Namun, Bardin malah tidak pernah membantu ibunya. Sehari-hari kerjanya hanya bermain. Bardin tumbuh menjadi anak yang pemalas, manja, dan kasar.
     Pada suatu hari, terjadilah sesuatu yang membuat Bardin berubah…
       Suatu hari, seperti biasa Bardin terlambat bangun pagi. Ibunya sudah pergi ke hutan. Bardin menuju meja makan. Namun ia sangat terkejut karena tidak ada makanan sama sekali  di meja makan. Saking marahnya, Bardin mengangkat kursi meja makan, siap untukmembantingnya. Akan tetapi...
   ”Jangan kau lempar kursi itu Bardin! Atau kau akan mengalami hari yang amat buruk!”terdengar suara memperingati Bardin. Bardin terkejut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri dengan kursi masih terangkat di atas kepalanya,
  ”Siapa itu? Ayo, tunjukan dirimu!”bentak Bardin.
”aku sangat dekat denganmu, Bardin!”Suara itu terdengar lagi.
”Sial! Jangan main-main denganku, atau kau yang akan mengalami hari yang buruk!”teriak Bardin semakin marah.
”aku sangat dekat denganmu, Bardin. Apa   kau tidak merasakanya?”.
 ”Diam! Tanpamu, aku sudah mengalami hari yang buruk! Lihat, tidak ada apa  apa di meja makan! Aku tak peduli siapa kamu! Aku akan lempar kursi ini!”.
    Bardin sudah mengambil ancang ancang untuk melempar kursi itu, ketika tiba tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di telinganya. Seolah olah ada segerombolan semut yang menggigiti telinganya itu.Bardin tak kuat lagi menahan rasa sakit. Dalam kesakitan itu, suara tadi terdengar kembali.”Aku sudah peringatkan, tetapi kamu tidak menurut. Aku adalah peri yang tinggal di dalam telingamu. Aku ada di sini dan mengawasi setiap tindakanmu. Jika kau kasar pada ibumu, aku pun akan kasar padamu! Sekarang, letakkan kursi itu, dan cepat bereskan rumah ini sampai bersih!”
        Bardin tak kuat lagi menahan sakit di telinganya. Ia akhirnya meletakkan kursi itu. Lalu mulai bekerja membereskan rumah.
        Sore hari, seperti biasa Bu Veelam pulang dari kota. Ia sangat terkejut ketika melihat rumahnya bersih dan rapi. Ia melihat bardin sedang duduk lelah.
      ”Bardin, apa kau yang merapikan rumah?”tanya ibunya terharu.
       Bardin menjawab ketus,”Bu, Tidak usah tanya. Aku ingin makan!”
        ”Oya, maaf, ibu tidak memberimu makan tadi pagi. Persediaan telur kita habis. Ini, ibu bawakan sepotong roti dan ikan salmon. Untukmu saja semuanya. Ibu tidak apa-apa!”kata bu Veelam, sambil memberikan makanan itu.
         Melihat makanan yang hanya sedikit itu, Bardin ingin berteriak marah. Namun tiba-tiba suara peri itu terdengar lagi,
       ”Jangan coba-coba, Bardin! Cepat makan, dan berikan bagian ibumu!”
         Bardin teringat kesakitanya tadi pagi. Ia tak mau lagi disiksa begitu. Cepat-cepat sepotong roti dan ikan salmon itu dibaginya menjadi dua. Ia memberikan sebagian untuk ibunya, dan memakan bagianya sendiri.
         Bu Veelam kembali terharu melihat perubahan anaknya.
         Esok paginya seperti biasa, Bardin langsung menuju meja makan. Belum sampai telur dadar itu masuk ke mulutnya, si peri berbisik padanya,
          ”Jangan makan! Mandi dan buanglah sampah dulu!”
            Bardin akan membantah,tapi tiba-tiba ia mendapat ide. Bardin segera mandi. Ia lalu mengambil sampah di halaman belakang dan membawanya ke tempat pembuangan sampah. Ketika pulang, ia sengaja melewati sebuah sungai. Dengan sengaja, Bardin lalu melompat ke sungai tersebut.
          ”peri jelek, kau akan tenggelam dan mati di sungai ini!” batinnya.
              Bardin tak tahu kalau sungai itu cukup dalam. Ia juga tak tahu kalau peri kecil di telinganya sangat sakti. Peri itu bisa bernafas di dalam air. Bardin yang tidak bisa berenang hampir tenggelam.
          ”Tolong, tolooong...” teriaknya. Tapi tak ada yang mendengar suaranya.
          ”Nah, sekarang kau tahu rasanya, bila kata-kata katamu tidak di dengar orang. Begitulah perasaan ibumu, bila kau tidak menuruti nasihatnya.”
          ”Peri tolong panggil aku seseorang untuk menyelamatkanku!”
          ”aku sendiri bisa menyelamatkanmu. Asal kau mau menuruti setiap nasihat ibumu!” Kata si peri kecil.
    Bardin menyerah. Ia berjanji untuk merubah kelakuanya. Dengan sigap peri itu keluar dari telinga Bardin. Ajaibnya, ia cukup kuat untuk menarik Bardin sampai ke tepi sungai. Bardin terpukau melihat makhluk kecil yang amat indah di depanya. Mereka berdua saling pandang dan tersenyum.
       Malamnya ketika Bu Veelam pulang, Bardin berlari dan memeluk ibunya sambil menangis tersedu sedu. Ia meminta maaf atas segala perbuatanya. Ibunya menangis tak percaya. Mereka berpelukan bahagia.
    Si peri telinga tersenyum. Ia segera masuk ke telinga Bardin dan berkata, ”Aku harus pergi, tugasku sudah selesai...”
      Setelah kejadian itu, si peri telinga tak pernah muncul lagi. Namun Bardin tidak pernah berbuat buruk lagi pada ibunya. Ia sadar kalau selama itu ia terlalu manja. Sejak saat itu, Bardin rajin membantu ibunya bekerja.