Bardin
Storkey hanya tinggal bersama ibunya, Bu Veelam Storkey. Ayah Bardin telah
meninggal ketika ia masih kecil.
Setiap
hari, Bu Veelam bekerja mencari kayu bakar dan menjualnya di kota. Uang hasil penjualan kayu ia belikan
sepotong roti dan ikan salmon untuk makan malamnya bersama Bardin.
Bardin seharusnya bangga mempunyai ibu
yang rajin. Namun, Bardin malah tidak pernah membantu ibunya. Sehari-hari
kerjanya hanya bermain. Bardin tumbuh menjadi anak yang pemalas, manja, dan
kasar.
Pada
suatu hari, terjadilah sesuatu yang membuat Bardin berubah…
Suatu hari, seperti biasa Bardin
terlambat bangun pagi. Ibunya sudah pergi ke hutan. Bardin menuju meja
makan. Namun ia sangat terkejut karena tidak ada makanan sama sekali di meja makan. Saking marahnya, Bardin
mengangkat kursi meja makan, siap untukmembantingnya. Akan tetapi...
”Jangan kau lempar kursi itu Bardin! Atau kau akan mengalami hari yang
amat buruk!”terdengar suara memperingati Bardin. Bardin terkejut. Ia menoleh ke
kanan dan ke kiri dengan kursi masih terangkat di atas kepalanya,
”Siapa
itu? Ayo, tunjukan dirimu!”bentak Bardin.
”aku sangat dekat
denganmu, Bardin!”Suara itu terdengar lagi.
”Sial! Jangan main-main
denganku, atau kau yang akan mengalami hari yang buruk!”teriak Bardin semakin
marah.
”aku sangat dekat
denganmu, Bardin. Apa kau tidak merasakanya?”.
”Diam! Tanpamu, aku sudah mengalami hari yang
buruk! Lihat, tidak ada apa apa di meja
makan! Aku tak peduli siapa kamu! Aku akan lempar kursi ini!”.
Bardin sudah mengambil ancang ancang untuk melempar kursi itu, ketika
tiba tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di telinganya. Seolah olah ada
segerombolan semut yang menggigiti telinganya itu.Bardin tak kuat lagi menahan
rasa sakit. Dalam kesakitan itu, suara tadi terdengar kembali.”Aku sudah
peringatkan, tetapi kamu tidak menurut. Aku adalah peri yang tinggal di dalam
telingamu. Aku ada di sini dan mengawasi setiap tindakanmu. Jika kau kasar pada
ibumu, aku pun akan kasar padamu! Sekarang, letakkan kursi itu, dan cepat bereskan
rumah ini sampai bersih!”
Bardin tak kuat lagi menahan sakit di telinganya. Ia akhirnya meletakkan
kursi itu. Lalu mulai bekerja membereskan rumah.
Sore hari, seperti biasa Bu
Veelam pulang dari kota. Ia sangat terkejut ketika melihat rumahnya bersih dan
rapi. Ia melihat bardin sedang duduk lelah.
”Bardin, apa kau yang merapikan rumah?”tanya ibunya terharu.
Bardin menjawab ketus,”Bu, Tidak usah tanya. Aku ingin makan!”
”Oya, maaf, ibu tidak memberimu makan tadi pagi. Persediaan telur kita
habis. Ini, ibu bawakan sepotong roti dan ikan salmon. Untukmu saja semuanya.
Ibu tidak apa-apa!”kata bu Veelam, sambil memberikan makanan itu.
Melihat makanan yang hanya sedikit itu, Bardin ingin berteriak marah. Namun
tiba-tiba suara peri itu terdengar lagi,
”Jangan coba-coba, Bardin! Cepat makan, dan berikan bagian ibumu!”
Bardin teringat kesakitanya tadi pagi. Ia tak mau lagi disiksa begitu.
Cepat-cepat sepotong roti dan ikan salmon itu dibaginya menjadi dua. Ia
memberikan sebagian untuk ibunya, dan memakan bagianya sendiri.
Bu Veelam kembali terharu melihat perubahan anaknya.
Esok paginya seperti biasa,
Bardin langsung menuju meja makan. Belum sampai telur dadar itu masuk ke
mulutnya, si peri berbisik padanya,
”Jangan makan! Mandi dan buanglah sampah dulu!”
Bardin akan membantah,tapi tiba-tiba ia mendapat ide. Bardin segera
mandi. Ia lalu mengambil sampah di halaman belakang dan membawanya ke tempat
pembuangan sampah. Ketika pulang, ia sengaja melewati sebuah sungai. Dengan
sengaja, Bardin lalu melompat ke sungai tersebut.
”peri jelek, kau akan tenggelam dan mati di sungai ini!” batinnya.
Bardin tak tahu kalau
sungai itu cukup dalam. Ia juga tak tahu kalau peri kecil di telinganya sangat
sakti. Peri itu bisa bernafas di dalam air. Bardin yang tidak bisa berenang
hampir tenggelam.
”Tolong, tolooong...” teriaknya. Tapi tak ada yang mendengar suaranya.
”Nah, sekarang kau tahu rasanya, bila kata-kata katamu tidak di dengar
orang. Begitulah perasaan ibumu, bila kau tidak menuruti nasihatnya.”
”Peri tolong panggil aku seseorang untuk menyelamatkanku!”
”aku sendiri bisa menyelamatkanmu. Asal kau mau menuruti setiap nasihat
ibumu!” Kata si peri kecil.
Bardin menyerah. Ia berjanji untuk merubah kelakuanya. Dengan sigap peri
itu keluar dari telinga Bardin. Ajaibnya, ia cukup kuat untuk menarik Bardin
sampai ke tepi sungai. Bardin terpukau melihat makhluk kecil yang amat indah di
depanya. Mereka berdua saling pandang dan tersenyum.
Malamnya ketika Bu Veelam pulang, Bardin berlari dan memeluk ibunya
sambil menangis tersedu sedu. Ia meminta maaf atas segala perbuatanya. Ibunya menangis
tak percaya. Mereka berpelukan bahagia.
Si peri telinga tersenyum. Ia segera masuk ke telinga Bardin dan
berkata, ”Aku harus pergi, tugasku sudah selesai...”
Setelah kejadian itu, si peri telinga tak pernah muncul lagi. Namun Bardin
tidak pernah berbuat buruk lagi pada ibunya. Ia sadar kalau selama itu ia
terlalu manja. Sejak saat itu, Bardin rajin membantu ibunya bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar