Jumat, 01 Juni 2012

Peri Telinga


Bardin Storkey hanya tinggal bersama ibunya, Bu Veelam Storkey. Ayah Bardin telah meninggal ketika ia masih kecil.
Setiap hari, Bu Veelam bekerja mencari kayu bakar dan menjualnya di kota. Uang hasil penjualan kayu ia belikan sepotong roti dan ikan salmon untuk makan malamnya bersama  Bardin.
     Bardin seharusnya bangga mempunyai ibu yang rajin. Namun, Bardin malah tidak pernah membantu ibunya. Sehari-hari kerjanya hanya bermain. Bardin tumbuh menjadi anak yang pemalas, manja, dan kasar.
     Pada suatu hari, terjadilah sesuatu yang membuat Bardin berubah…
       Suatu hari, seperti biasa Bardin terlambat bangun pagi. Ibunya sudah pergi ke hutan. Bardin menuju meja makan. Namun ia sangat terkejut karena tidak ada makanan sama sekali  di meja makan. Saking marahnya, Bardin mengangkat kursi meja makan, siap untukmembantingnya. Akan tetapi...
   ”Jangan kau lempar kursi itu Bardin! Atau kau akan mengalami hari yang amat buruk!”terdengar suara memperingati Bardin. Bardin terkejut. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri dengan kursi masih terangkat di atas kepalanya,
  ”Siapa itu? Ayo, tunjukan dirimu!”bentak Bardin.
”aku sangat dekat denganmu, Bardin!”Suara itu terdengar lagi.
”Sial! Jangan main-main denganku, atau kau yang akan mengalami hari yang buruk!”teriak Bardin semakin marah.
”aku sangat dekat denganmu, Bardin. Apa   kau tidak merasakanya?”.
 ”Diam! Tanpamu, aku sudah mengalami hari yang buruk! Lihat, tidak ada apa  apa di meja makan! Aku tak peduli siapa kamu! Aku akan lempar kursi ini!”.
    Bardin sudah mengambil ancang ancang untuk melempar kursi itu, ketika tiba tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di telinganya. Seolah olah ada segerombolan semut yang menggigiti telinganya itu.Bardin tak kuat lagi menahan rasa sakit. Dalam kesakitan itu, suara tadi terdengar kembali.”Aku sudah peringatkan, tetapi kamu tidak menurut. Aku adalah peri yang tinggal di dalam telingamu. Aku ada di sini dan mengawasi setiap tindakanmu. Jika kau kasar pada ibumu, aku pun akan kasar padamu! Sekarang, letakkan kursi itu, dan cepat bereskan rumah ini sampai bersih!”
        Bardin tak kuat lagi menahan sakit di telinganya. Ia akhirnya meletakkan kursi itu. Lalu mulai bekerja membereskan rumah.
        Sore hari, seperti biasa Bu Veelam pulang dari kota. Ia sangat terkejut ketika melihat rumahnya bersih dan rapi. Ia melihat bardin sedang duduk lelah.
      ”Bardin, apa kau yang merapikan rumah?”tanya ibunya terharu.
       Bardin menjawab ketus,”Bu, Tidak usah tanya. Aku ingin makan!”
        ”Oya, maaf, ibu tidak memberimu makan tadi pagi. Persediaan telur kita habis. Ini, ibu bawakan sepotong roti dan ikan salmon. Untukmu saja semuanya. Ibu tidak apa-apa!”kata bu Veelam, sambil memberikan makanan itu.
         Melihat makanan yang hanya sedikit itu, Bardin ingin berteriak marah. Namun tiba-tiba suara peri itu terdengar lagi,
       ”Jangan coba-coba, Bardin! Cepat makan, dan berikan bagian ibumu!”
         Bardin teringat kesakitanya tadi pagi. Ia tak mau lagi disiksa begitu. Cepat-cepat sepotong roti dan ikan salmon itu dibaginya menjadi dua. Ia memberikan sebagian untuk ibunya, dan memakan bagianya sendiri.
         Bu Veelam kembali terharu melihat perubahan anaknya.
         Esok paginya seperti biasa, Bardin langsung menuju meja makan. Belum sampai telur dadar itu masuk ke mulutnya, si peri berbisik padanya,
          ”Jangan makan! Mandi dan buanglah sampah dulu!”
            Bardin akan membantah,tapi tiba-tiba ia mendapat ide. Bardin segera mandi. Ia lalu mengambil sampah di halaman belakang dan membawanya ke tempat pembuangan sampah. Ketika pulang, ia sengaja melewati sebuah sungai. Dengan sengaja, Bardin lalu melompat ke sungai tersebut.
          ”peri jelek, kau akan tenggelam dan mati di sungai ini!” batinnya.
              Bardin tak tahu kalau sungai itu cukup dalam. Ia juga tak tahu kalau peri kecil di telinganya sangat sakti. Peri itu bisa bernafas di dalam air. Bardin yang tidak bisa berenang hampir tenggelam.
          ”Tolong, tolooong...” teriaknya. Tapi tak ada yang mendengar suaranya.
          ”Nah, sekarang kau tahu rasanya, bila kata-kata katamu tidak di dengar orang. Begitulah perasaan ibumu, bila kau tidak menuruti nasihatnya.”
          ”Peri tolong panggil aku seseorang untuk menyelamatkanku!”
          ”aku sendiri bisa menyelamatkanmu. Asal kau mau menuruti setiap nasihat ibumu!” Kata si peri kecil.
    Bardin menyerah. Ia berjanji untuk merubah kelakuanya. Dengan sigap peri itu keluar dari telinga Bardin. Ajaibnya, ia cukup kuat untuk menarik Bardin sampai ke tepi sungai. Bardin terpukau melihat makhluk kecil yang amat indah di depanya. Mereka berdua saling pandang dan tersenyum.
       Malamnya ketika Bu Veelam pulang, Bardin berlari dan memeluk ibunya sambil menangis tersedu sedu. Ia meminta maaf atas segala perbuatanya. Ibunya menangis tak percaya. Mereka berpelukan bahagia.
    Si peri telinga tersenyum. Ia segera masuk ke telinga Bardin dan berkata, ”Aku harus pergi, tugasku sudah selesai...”
      Setelah kejadian itu, si peri telinga tak pernah muncul lagi. Namun Bardin tidak pernah berbuat buruk lagi pada ibunya. Ia sadar kalau selama itu ia terlalu manja. Sejak saat itu, Bardin rajin membantu ibunya bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar